Tatanen di Bale Atikan (TDBA)
- Kamis, 07 November 2024
- Dede Faturohman
- 0 komentar
Tatanen di Bale Atikan (TDBA)
Tatanen di bale atikan merupakan gerakan pendidikan karakter untuk menumbuhkan kesadaran hidup ekologis dalam merawat bumi dan berguru pada bumi yang terintegrasi dalam kegiatan pertanian berbasis Pancaniti, sehingga peserta didik tumbuh dan berkembang sesuai kodrat dirinya, kodrat alamnya, dan kodrat zamannya.
Sebagai sebuah gerakan, Tatanen di bale atikan memiliki makna bahwa kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab bersama yang dilaksanakan secara masif, seiring, sejalan, sabobot sapihanean oleh seluruh warga sekolah dan stakeholder pendidikan di Kab. Purwakarta. Melalui kegiatan Tatanen di bale atikan diharapkan tumbuh kesadaran hidup ekologis.
Dalam rangka merawat bumi, pendidikan pada konteks Tatanen diorientasikan pada upaya membangun watak peradaban yang dapat merawat, melestarikan sekaligus menyelamatkan bumi untuk masa depan kehidupan umat manusia. Seiring dengan upaya merawat bumi, peserta didik juga sekaligus berguru pada bumi, yaitu menjadikan bumi sebagai ekosistem kehidupan harus menjadi materi pembelajaran lintas disiplin ilmu di sekolah. Alam semesta menjadi kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah yang dapat melahirkan kearifan peserta didik dalam menghadapi kehidupan.
Kegiatan Tatanen di bale atikan yang dikembangkan di Kab. Purwakarta dilaksanakan dengan sistem permakultur, yaitu sebuah paradigma bekerja dengan alam yang melihat tumbuhan dan hewan dalam semua fungsinya, serta memperlakukan semua area sebagai satu kesatuan produk. Guru diharapkan dapat menjadikan kegiatan Tatanen di bale atikan sebgaai laboratorium pembelajaran berbasis semesta. Peserta didik dapat berekspresi dan melakukan penelitian sederhana untuk menghasilkan produk pertanian yang bermanfaat bagi dirinya, bagi lingkungannya, dan bagi alamnya.
Implementasi Tatanen di bale atikan yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan Kab. Purwakarta berbasis pada filosofi atikan kesundaan, yaitu Pancaniti. Pancaniti merupakan tahapan filosofi atikan yang terdiri dari lima tahapan, yaitu niti Harti, niti Surti, niti bukti, niti bakti, dan niti sajati. Lima tahapan atikan kesundaan ini memiliki kesamaan makna dengan level kognitif dalam taksonomi Anderson dan tujuan pendidikan versi UNESCO. Anderson membagi level kognitif pada enam tingkatan, yaitu mulai dari mengingat, memahami, membedakan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan UNESCO menetapkan empat pilar pendidikan, yaitu learning tol know, learning to do, learning to be, dan learning to live together
Untuk menunjang keberhasilan program Tatanen di Bale Atikan, Dinas Pendidikan Kab. Purwakarta merancang berbagai kegiatan tindak lanjut pelaksanaan program. Semua satuan pendidikan diharapkan dapat merancang program Tatanen di Bale Atikan secara terencana, terorganisir, terukur, dan terkendali. Berbagai workshop, _in house training_, kegiatan sosialisasi, dan apresiasi pelaksanaan program Tatanen di Bale Atikan, baik yang dilakukan oleh dinas pendidikan, satuan pendidikan, maupun KKG dan MGMP.
Kegiatan TDBA yang sudah berlangsung di SMP Negeri 1 Pasawahan
Perawatan bedengan
Memanen hasil TDBA